BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Siti Nurbaya
merupakan tokoh utama dalam film berjudul asli Siti Noerbaja karangan Marah Roesli.
Dengan latar belakang adat budaya Minangkabau, film ini berkisah tentang
percintaan sepasang kekasih, Siti Nurbaya dan Samsul Bahri yang gagal karena
keadaan dan budaya pada masa itu. Dimana Siti Nurbaya dinikahkan dengan seorang
saudagar kaya bernama Datuk Maringgi Hingga pada suatu hari samsul bahri
berlibur ke padang dan bertemu kembali dengan Siti Nurbaya, yang sudah
menjadi istri Datuk Maringgih, sehingga hal ini diketahui datuk maringgih dan
niat Siti Nurbaya menyusul samsul bahri menyebabkan kemarahan Datuk Maringgih,
dantak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal karena memakan lemang beracun yang
di berikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Dalam karyanya Marah Rusli ingin
merombak adat istiadat yang berlaku pada saat itu, yang tidak sesuai dengan HAM
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian sepenggal di atas, maka
kami penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Adanya pertikaian antara Samsul Bahri dan Datuk
Maringgih. Siti Nurbaya meninggal akibat memakan lemak beracun yang diberikan
oleh kaki tangan Datuk Maringgih.
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai sarana
untuk mengetahui lebih lanjut tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik film Siti
Nurbaya yang di gunakan sebagai sarana belajar oleh setiap peserta didik. Sedangkan
manfaat di buatnya makalah ini sebagai pantuan untuk mengenal lebih dekat dan mengetahui
perwatakan para tokoh film Siti Nurbaya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Unsur
intrinsik
Tokoh dan Karakter Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita,
sedangkan watak, perwatakan, atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap para
tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Tokoh cerita menempati
posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang
sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Secara umum kita mengenal tokoh
protagonis dan antagonis.
Karakter dan sifat Tokoh-tokoh pada Film:
Siti Nurbaya : baik, rela berkorban demi ayahnya.
Samsulbahri : baik, bijak, rela berkorban demi Siti
Nurbaya.
Baginda Sulaiman : Pasrah pada nasib, kurang bijak,
rela mengorbankan anaknya demi membayar hutang.
Sultan Mahmud : Kurang berpikir panjang, tidak bijak
dan terlanjur terburu-buru dalam membuat keputusan.
Datuk Maringgih : culas, moralnya bobrok, serakah,
jahat, biang masalah.
1.
Latar
Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan
terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai
berikut:
-Latar Tempat
Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa.
Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu.
Latar tempat dalam film ini: Di kota Padang dan di
Stovia, Jakarta (tempat sekolah Samsulbahri)
-Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan "kapan"
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Latar Waktu dalam film ini: pada masa dimana Kota
Padang masih terjadi banyak huru hara juga saat dimana moral masih bobrok.
-Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan dosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal
lainnya.
Latar Sosial dalam film: Merupakan banyak mengandung
unsur adat-istiadat Melayu.
2. Alur (Plot)
Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum
sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi
menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Kehadiran alur dapat membuat cerita
berkesinambungan. Oleh karena itu, alur biasa disebut juga susunan cerita atau
jalan cerita. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagian bagian
cerita, yakni sebagai berikut. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara
berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian
disebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi:
-mulai melukiskan keadaan :
Saat ayah siti Nurbaya masih sukses. (Bukti: Ibunya
meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik
awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia
hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya
adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya
merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.)
-peristiwa-peristiwa mulai bergerak:
Datuk Maringgih mulai culas. (Bukti: Pada mulanya
usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak
dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan
keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios
milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia
jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih.
Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak
Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh
hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan
Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.)
-keadaan mulai memuncak :
Samsulbahri mengetahui nasib Siti Nurbaya. (Bukti:
Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda
belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar
seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya
yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi
keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya.
Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya,
terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib
yang dialami keluarganya.)
- mencapai titik puncak : Samsulbahri dan Datuk Maringgih saling bunuh. (Bukti:
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan
tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang
telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang
mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu
dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi
Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas
ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.)
pemecahan
masalah/ penyelesaian :
setelah membunuh Datuk Maringgih, Samsulbahri pun
akhirnya tewas tanpa mendapatkan gadis pujaannya Siti Nurbaya. (Bukti:
Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat
terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi
ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya
dan Siti Nurbaya yang telah mendahuluinya.
3. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah visi pengarang dalam memandang
suatu peristiwa dalam cerita. Untuk mengetahui sudut pandang, kita dapat
mengajukan pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah tersebut?
Ada beberapa macam
sudut pandang, di antaranya sudut pandang orang pertama (gaya bercerita dengan
sudut pandang "aku"), sudut pandang peninjau (orang ketiga), dan
sudut pandang campuran. Sudut Pandang dalam Novel : sudut pandang orang ke-3.
4. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas penyusunan dan
penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup dalam tulisan
meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas,dan penghematan
kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang pengarang terhadap karyanya.
Gaya Bahasa film: Gaya Bahasa film ini adalah Melayu.
5. Tema
Tema adalah persoalan pokok sebuah cerita. Tema
disebut juga ide cerita. Tema dapat berwujud pengamatan pengarang terhadap
berbagai peristiwa dalam kehidupan ini. Kita dapat memahami tema sebuah cerita
jika sudah membaca cerita tersebut secara keseluruhan.
Tema film: Tema filmnya adalah kisah cinta yang tak
kunjung padam dari sepasang anak manusia yaitu Siti Nurbaya dan Samsulbahri.
6. Amanat
Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu,
baik hal yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah
pesan yang ingin disampaikan pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar
terhadap persoalan yang ada dalam cerita.
Amanat yang terkandung dalam Novel:
Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita
bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan
dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya
samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni
tak akan padam sampai mati.
Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan
sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga.
Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak
memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga
mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga.
Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati
jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.
B. Unsur ekstrinsik
Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita
sebuah karya. Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra antara lain sebagai
berikut.
1.
Keadaan
subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup.
Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha melakukan
inovasi baru, dengan menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel
ini dengan gaya bahasa sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup
ke depan dan penuh inovasi baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan
adat istiadat lama.
2.
Psikologi
pengarang (yang mencakup proses kreatifnya).
Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan adat
istiadat lama, dan melakukan terobosan dengan film, “Siti Nurbaya”.
3.
Keadaan di
lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan
adat istiadat yang masih kuno, baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya.
Lalu pengarang berusaha membuat terobosan baru dengan karyanya.
4.
Pandangan hidup
suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya.
Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya
seni cenderung monoton, dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli
membuat gebrakan dengan memunculkan gaya bahasa Melayu.
BAB III
ANALISIS
A. Sinopsis
Seorang penghulu di Padang yang bernama Sutan
Mahmudsyah dengan isterinya, Siti Mariam yang berasal dari orang kebanyakan
mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang bernama Syamsul Bahri. Rumah
Sutan Mahmudsyah dekat dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda Sulaeman.
Baginda Sulaeman yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal bernama Siti
Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak dengan adik saja.
Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul
Bahri mengajak Siti Nurbaya ke gunung Padang bersama-sama dua orang temannya,
yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala di Padang yang bernama
Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dokter Jawa di Jakarta.
Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS) di Jakarta pula. Syamsul
Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang
ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Di Gunung Padang
itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan mendapat
balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup semati.
Pada suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah
Syamsul Bahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya menjadi satu dengan
Zainularifin.
Di Padang ada seorang orang kaya bernama Datuk
Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui
orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal. Untuk itu ia
mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah Pendekar Tiga, Pendekar empat,
dan Pendekar Lima.
Melihat kekayaan Baginda Sulaeman Datuk Maringgih
merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda Sulaeman diputuskan akan
dilenyapkan. Dengan perantara kaki tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko
Baginda Sulaeman, perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.
Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman
meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk
mengembalikan uang pinjaman itu ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun
kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon
kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan
Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang
berbuah sedikitpun. Disamping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih
semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda Sulaeman mengingkari
hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaeman menjadi orang yang
sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutangnya yang sepuluh ribu
rupiah itu. Barang-barangnya masih ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu
rupiah.
Karena Baginda Sulaeman tak dapat membayar utangnya,
maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang milik Baginda
Sulaeman, kecuali jika Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai istrinya.
Mula-mula Siti Nurbaya tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya digiring hendak
dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk
Maringgih walaupun sebenarnya hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya
kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan
oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul Bahri di Jakarta.
Setelah setahun di Jakarta, menjelang bulan puasa,
pulanglah Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai orang tuanya semuanya
sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar
dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju,
dijumpainya Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit. Tak lama setelah
kedatangan Syamsul Bahri itu, datanglah Siti Nurbaya karena ayahnya
mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya.
Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya, pertemuan
itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik masyuk itu tidak mengetahui bahwa
gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki
tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan rindunya maka merekapun
berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan terjadilah
percekcokan, karena mendengar kata-kata yang pedas dari Syamsul Bahri, maka
Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada Syamsul Bahri.
Tetapi karena Syamsul Bahri menghindarkan dirinya sambil menyeret Siti Nurbaya,
maka pukulan datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah
Datuk Maringgih. Dengan segera Syamsul Bahri menendangnya, dan karena
kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk
Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari
persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.
Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah
Siti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda
Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat
kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu.
Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu
juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung Padang.
Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri,
menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil
menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas.
Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya
tadi. Melihat mereka datang, larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang
gelap.
Di para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan
Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar
penjelasan Datuk Maringgih tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh
Sutan Mahmud Syah tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi. Pada malam hari
itu juga secara diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk Bayur untuk naik
kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam mencari anaknya.
Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti
Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena rasa kepedihannya
itu, ia menjadi sakit-sakit saja.
Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya menujukan
kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih
dan tak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam pulanglah
Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.
Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih
itu Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di
rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain
ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh
Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul Bahri. Penunjuk dan
nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan diputuskannya, akan
pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sultan Mahmud Syah
sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada Syamsul Bahri pun ia
memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti Nurbaya, karena
percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki tangan Datuk
Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti
Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta.
Mereka mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar
Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang
tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar
Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta, sedang
Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk
Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang
tersembunyi pula.
Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat
ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya.
Setelah ia mendapati Siti Nurbaya, iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak
membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun
mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima
jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai
ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh orang-orang yang ada dalam
kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketehuan akan perbuatannya
itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut
orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.
Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan
Tanjung Priok, Syamsul Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang
ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka
naiklah Syamsul Bahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya
tatkala ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang
terjadi atas diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali,
pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti
Nurbaya yang masih dalam keadaan payah.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti
Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul Bahri, diberitahukan
kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas
perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang
wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang
berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di tahan dan dikirim
kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri bahwa hal itu tidak
lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada Polisi itu agar hal
tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan
kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar
kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelun kembali ke Padang.
Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang memeriksanya
menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya
sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu
diterima oleh Siri Nurbayadengan senang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang
untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah permintaan
Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu diperiksa di
Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan, berangkatlah
Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di
Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti
yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya di bebaskan
dan disana ia tinggal di rumah Alimah
Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Siti
Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat, kaki tangan Datuk
Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah
diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru
saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya
pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal secara mendadak itu,
terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada waktu itu sedang menderita sakit
keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenajah itu dikebumikan di
Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman.
Kabar kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga
dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat
menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu
dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula
kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya.
Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama
Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu
dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya.
Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin
sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah
dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul
Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud
sahabatnya itu.
Pada suatu tempat di kegelapan, Syamsul Bahri berhenti
dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat itu
Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin
itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar
tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta yang berasal dari Padang
telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu sampai
di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk Maringgih.
Karena perawatan yang baik, sembuhlah Syamsul Bahri,
ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu
dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti sekolah. Karena ia menginginkan
mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim kemana-mana antara lain ke
Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena
keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan
menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
Pada suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama
Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan
mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi
pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang.
Dalam pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah
Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin
pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih
oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk
Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala
Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang
antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan
Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi
hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya
agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena
dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang,
maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan
sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang
dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula
kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata
Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah,
bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang
diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan
Mas meninggal.
Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah
kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang
baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Syamsul
Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari
penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau Syamsul Bahri itu
diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang dimintanya.
Sepeninggal Syamsul Bahri, karena sesal dan sedihnya
maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya
dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam. Dengan demikian di
kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni
makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti Maryam dan Sutan
Mahmud Syah.
Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan
Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter
san opzichter.
Analisis Intrinsik
1. Tokoh
dan Penokohan
1. Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh
Protagonis):
anak Sultan Mahmud Syah (penghulu di Padang),
wataknya: Orangnya pandai, tingkah lakuya sopan dan santun, halus
budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
2.
Siti Nurbaya
sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis):
anak Baginda Sulaeman (saudagar kaya di Padang),
wataknya: Lemah lembut, penyayang, tutur bahasanya halus, sopan dan santun,
baik hati, setia kawan, patuh terhadap orang tua.
3.
Datuk Maringgih
sebagai pelaku utama (Tokoh Antagonis),
laki-laki yang berwatak kikir, picik, penghasud,
kejam, sombong, bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan
kehendaknya sendiri.
4.
Sultan Mahmud
Syah sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis),
Ayahnya Samsul
Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
5.
Siti Maryam
sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis),
berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
6.
Baiginda
Sulaeman sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis),
berwatak: Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
7.
Zainularifin
sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis),
temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya
sopan dan santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan
setiakawan.
8.
Bakhtiar sebagai
pelaku tambahan (Tokoh Protagonis),
temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkahlakunya
sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan
setiakawan.
9.
Alimah sebagai
pelaku tambahan (Tokoh Protagonis),
saudaranya Siti
Nurbaya, yang bewatak lemah lembut, santun setiakawan,
bijaksana.
10. Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis).
11. Pendekar Tiga sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Antagonis)
12. Pendekar Empat sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Antagonis)
13. Penekar Lima sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Antagonis)
14. Dokter sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis)
2.Tema
film“ Siti Nurbaya” ini bertemakan sosial, moral, dan
egois. Tema yang terkandung dalam film ini yaitu; “Satu percintaan antara dua
remaja yang tidak dapat berakhir dengan pernikahan karena penghianatan
seseorang yang hanya mementingkan kekayaan dunia dan hawa nafsu.
3.Amanat
Amanat yang terkandung dalan film “Siti Nurbaya” yaitu
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kita hendaknya jangan terlalu di kuasai oleh
perasan dengan tidak mempergunakan pikiran yang sehat karena akan berakibat
hilangnya keperibadian yang ada pada diri kita.
2. Jika hendak memutuskan sesuatu hendaklah pikirkan
masak-masak lebih dulu agar kelak tidak menyesal.
3. Siapa yang berbuat jahat tentu akan mendapat
balasan kelak sebagai akibat dari perbuatan itu.
4. Latar atau Seting
Latar atau Seting ini terdiri atas dua bagian yaitu :
latar waktu dan latar tempat. Latar tempat dalam film “Siti Nirbaya”
diantaranya: di sekolah, di kota Padang,di kota Jakarta, di Kebun Kelapa, di
rumah, di halaman rumah, di kantor pos. Latar waktu: sekitar tahun 1920-an.
5 Plot/Alur
Dari segi penysunan peristiwa atau bagian-bagian yang
membentuk, cerita dari film “Siti Nurbaya” menggunakan plot kronologis atau
progresif, yang lebih dikenal dengan Alur Maju. Jadi cerita film “Siti Nurbaya”
ini ceritanya benar-benar dimulai dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan
berakhir dengan pemecahan masalah. Pengarang menyajikan ceritanya secara
terurut atau secara alamiah. Artinya urutan waktu yang urut dari peristiwa
A,B,C,D dan seterusnya.
6.Sudut Pandang
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang film “Siti
Nurbaya” ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada di
luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu
berdialog langsung dengan pembaca.
7.Gaya Penulisan
Gaya penulisan yang di gunakan masih menggunakan gaya
bahasa dan sastra lama yang menggunakan ejaan tempo dulu, sehingga mengharuskan
adanya pemahaman yang lebih dalam agar makna dalam film tersebut dapat dipahami.
B. Analisa
film
Sutan Mahmud
Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang. Penghulu
yang sangat disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu, mempunyai putra
bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan berprilaku baik.
Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya
bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal
keluarga kaya-raya itu.
Sebagaimana
umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga Sutan Mahmud Syah dan
keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula hubungan
Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia mereka menginjak
remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di sekolah
yang sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta. Perasaan
tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta untuk
melanjutkan sekolahnya.
Sementara
itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha untuk
menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia menganggap Baginda Sulaiman sebagai
saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa iri hatinya melihat harta
kekayaan ayah Sitti Nurbaya itu. “Aku sesungguhnya tidak senang melihat
perniagan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia
bersaing dengan aku. Oleh sebab itu, hendaklah ia dijatuhkan,” demikian Datuk
Meringgih berkata (hlm. 92). Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk membakar
dan menghancurkan bangunan, took-toko, dan semua harta kekayaan Baginda
Sulaiman.
Akal busuk
Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin. Namun, sejauh
itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat perbuatan licik
Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apa-apa, ia meminjam uang
kepada orang yang sebenarnya akan mencelakakan Baginda Sulaiman.
Bagi Datuk
Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat “Pucuk dicinta ulam tiba”,
karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan
licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman dengan syarat
harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan,
Datuk Meringgih pun dating menagih janji.
Malang bagi
Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk Meringgih
tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam akan memenjarakan
Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali apabila Sitti
Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.
Baginda
Sulaiman tentu saja tidak mau putrid tunggalnya menjadi korban lelaki hidung
belang itu walaupun sbenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika ia
sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah saja
digiring polisi dan siap menjalsni hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya
keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih
asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan yang kelak akan menceburkan
Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.
Samsulbahri,
mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Sitti Nurbaya,
juga ikut prihatin. Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia
lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan menyempatkan
diri menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan pula, Sitti Nurbaya
pada saat yang sama sedang menjenguk ayahnya. Tanpa sengaja, keduanya pun
bertemu lalu saling menceritakan pengalaman masing-masing.
Ketika
mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat Meringgih yang
culas dan selalu berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua orang itu telah
melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri yang tidak merasa tidak
melakukan hal yang tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu.
Pertengkaran pun tak dapat dihindarkan.
Pada saat
pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke tempat kejadian.
Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga hingga menemui
ajalnya.
Ternyata
ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang merasa
maluatas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir Samsulbahri.
Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Sitti Nurbaya, sejak ayahnya
meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh
kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama salah
seorang familinya yang bernama Aminah.
Sekali
waktu, Sitti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat
tipu muslihat dan akal licik Datuk Meringgih yang menuduhnya telah mencuri
harta perhiasan bekas suaminya itu, Sitti Nurbaya terpaksa kembali ke Padang.
Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan.
Namun, Datuk Meringgih masih juga belum puas. Ia kemudian menyuruh seseorang
untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya berhasil. Sitti Nurbaya
meninggal karena keracunan.
Rupanya,
berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh
sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.
Berita
kematian Sitti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri
yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya,
Arifin, dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri. Namun, lain lagi berita
yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri dikabarkan telah meninggal
dunia.
Sepuluh tahun
berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat letnan.
Ia juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas. Sebenarnya, ia menjadi
serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi kepada kompeni, melainkan
terdorong oleh rasa frustasinya mendengar orang-orang yang dicintainya telah
meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga ketika mendapat tugas harus
memimpin pasukannya memadamkan pemberontakan yang terjadi di Padang.
Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah leluhurnya itu. Ternyata
pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh Datuk Meringgih.
Dalam
pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat perlawanan cukup
sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya, termasuk juga menembak Datuk
Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun, Letnan Mas luka parah
terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.
Rupanya,
kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat dirumah
sakit. Pada saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan
ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara “Si anak yang hilang” dan
ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu.
Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan
napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sutan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa
Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal beberapa tahun lamanya tiba-tiba
kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun meninggal dunia pada keesokan
harinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
cerita diatas dapat saya simpulkan bahwa Kisah ‘kawin paksa’ yang dulu masih
sering terjadi pada orangtua atau nenek moyang kita, sekarang sudah sangat
jarang ditemui. Orangtua sudah membebaskan anak-anaknya untuk memilih
pasangannya masing-masing, tentunya dengan syarat-syarat tertentu yang logis
dan masuk akal.
Salah
satu dasar memberi kebebasan memilih pasangan masing-masing adalah demi
kelanggengan perkawinan atau hubungan suami-isteri. Jadi sudah ada kesadaran
untuk tidak memaksakan calon pada anak demi masa depan si anak sendiri.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan nilai-nilai
yang terkandung dalam novel Siti Nurbaya , saran penulis adalah sebagai
berikut:
1.
Pendidikan
itu sangat penting untuk memperluas pengetahuan, maka dari itu ketika kita
membaca-baca. Hendaknya diperhatikan isi pada bacaan tersebut terutama terhadap
nilai-nilai pendidikan , sekaligus dapat kita praktekkan , supaya kita tidak
tersesat pada hal-hal yang tidak kita inginkan.
2.
Nilai adalah
sebuah kontrol kehidupan. Diharapkan setelah membaca analisis ini sikap kita
bisa berubah sedikit demi sedikit. Walaupun itu sulit yang penting kita
berusaha semaksimal mungkin.